Pemekaran dan Kemajuan Pesawaran

Monday, February 15, 2010

SEJAK otonomi daerah digulirkan dalam konteks UU No.22/1999 maupun UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), kini telah terbentuk lebih dari seratus daerah otonomi baru.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa hampir beberapa persennya daerah pemekaran belum menunjukkan perubahan signifikan, baik bagi perkembangan daerah itu sendiri maupun masyarakat bersangkutan, sebaliknya daerah pemekaran tersebut justru membebani keuangan negara.

Pemekaran daerah memang dimungkinkan dan diatur dalam UU No.22/1999 maupun UU No.32/2004 tentang Pemda.Tapi, tampaknya di lapangan segala sesuatunya bisa tak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Maksud pemekaran daerah yang ditujukan mendekatkan diri pada masyarakat dan memajukan serta mensejaterakan masyarakat daerah, justru dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir elite daerah.

Karena itulah, sangat wajar kalau ke depan daerah hasil pemekaran tidak mengalami perubahan yang signifikan. Misalnya, Kabupaten Pesawaran yang belum lama ini dimekarkan, ada kesan kabupaten ini hidup segan mati tak mau.

Sebagai kabupaten baru, semestinya sudah punya lokasi kantor pemerintahan. Nyatanya, saat ini masih binggug menentukan kapan dan dimana lokasi kantor pemerintahan Kabupaten Pesawaran itu akan dibangun. Padahal, dalam syarat administrasi pembentukan kabupaten tersebut telah ditentukan.

Tidak berhenti soal itu, kabupaten tersebut juga terancam tidak memiliki anggaran untuk mengaji anggota dewannya. Bahkan juga termasuk anggaran untuk pembangunan kabupaten tersebut. Sebab, anggaran tersebut masih belum ditetapkan oleh Kabupaten Lampung Selatan kepada Kabupaten Pesawaran.

Entah apa alasannya, ada baiknya Pemkab Lampung Selatan memberikan penjelasan, baik kepada publik luas maupun kepada masyarakat Kabupaten Pesawaran. Sementara persoalan lainnya yang mesti dihadapai kabupaten tersebut adalah penyelenggaraan pilkada.

Bicara penyelenggaran pilkada, dan masyarakat bersangkutan.Berarti kita juga berbicara kesiapan anggaran atau dana yang akan digunakan dalam penyelenggaraan pilkada tersebut.
Apalagi dana/anggaran yang digunakan diprediksi tidak sedikit. Belum lagi kalau pilkada tersebut berjalan dua putaran. Pertanyaannya sudah adakah anggaran tersebut?
Sudah siapkah digunakan untuk penyelenggaran pilkada di kabupaten tersebut?.

Terkait dengan adanya rencana beberapa daerah di Lampung ini yang memiliki keinginan untuk memekarkan diri menjadi daerah otonomi baru. Kita tentu berharap segala sesuatunya dipertimbangkan secara matang dan cermat dari berbagai aspek, baik aspek politik, hukum, ekonomi dan sosial-budaya. Hal ini perlu, sebab kegagalan sebuah daerah setelah memekarkan diri dari daerah induknya juga berangkat dari aspek-aspek tersebut.


Saya kira, saat ini ada baiknya kita semua tidak hanya berbicara soal pemekaran daerah yang boleh dikatakan tidak terkontrol. Melainkan berbicara tentang evaluasi terhadap daerah- daerah yenag telah memekarkan diri, tapi tidak mengalami kemajuan sama sekali. Bahkan membebani keuangan negara.

Sesuai dengan amanat dari UU no.22/199 dan UU No.32/2004 tentang Pemda, bagi daerah- daerah yang dimekarkan tapi kemudian hari tidak mengalami kemajuan berarti, bisa digabung dengan daerah lainnya atau bergabung kembali dengan daerah induknya.
Adapun cara lain yang lebih tepat adalah merevisi kembali UU No. 32/2004 tentang Pemda. Terutama terkait dengan pasal-pasal yang mengatur soal pemekaran daerah. Ada baiknya soal pemekaran dibuat lebih ketat dan selektif.

Dengan demikian, upaya pemekaran daerah secara asal-asalan dapat diminimalisasi. Tapi agaknya soal revisi ini tidak mudah. banyak kepentingan politik yang bermain, terutama di dua lembaga negara yang punya kewenangan untuk merevisi undang - undang tersebut, pemerintah dan DPR. (*)

Dipulikasikan di Radar Lampung, Jumat /8 /8/ 2008

0 comments:

Post a Comment