Nasib Pers Kita

Monday, February 15, 2010

HARI ini tanggal 9 Januari 2010 merupakan Hari Pers Nasional . Tentu pada hari ini banyak pertanyaan yang muncul terkait dengan keberadaan pers.

Apalagi tahun ini banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan oleh pekerja pers. Tidak hanya menyangkut masa depan pers ke depan, tetapi juga ancaman-ancaman terhadap kebebasan pers yang kapan saja bisa datang dari mana saja. Baik itu dari penguasa negara, pemodal maupun teknologi.

Era reformasi kini paling tidak merupakan era keemasan bagi dunia pers. Setidaknya ini bisa dilihat munculnya banyak surat kabar di tanah air, baik itu koran, tabloid, majalah, dan televisi. Kehadiran mereka tidak perlu melalui mekanisme dan kontrol yang ketat. Tinggal modal yang mencukupi, seseorang bisa mendirikan surat kabar.

Ini tentu beda dengan masa Orde Baru. Untuk mendirikan sebuah surat kabar, harus ada "restu" dari penguasa paling tidak harus mendapat izin dari Menteri Penerangan RI . Di tangan lembaga inilah sebuah surat kabar nasibnya digantungkan.

Tidak mudah untuk mendapatakan izin dari lembaga ini, di masa itu, seorang yang ingin mendirikan surat kabar harus memiliki akses atau hubungan khusus dengan elite kekuasaan.

Di era Orde Baru, nasib surat kaber memang ada di tangan penguasa, wajar kalau kemudian tak jarang surat kabar memberitakan hal-hal yang positif saja tentang kebijakan pemerintah. Dengan demikian, maka napasnya akan panjang. Kalau tidak, maka nyawanya akan dicabut oleh pemerintah.

Meski kini untuk mendirikan sebuah surat kabar sangat mudah. Tentu mekanisme pasarlah yang akan menentukan nasib sebuah surat kabar ke depan. Sejak reformasi bergulir sudah puluhan bahkan mungkin ratusan surat kabar yang terbit dan juga mati secara perlahan-lahan. Pasalnya, surat kabar tersebut harus bertarung untuk memperebutkan kue iklan sebagai masukan utama dari sebuah surat kabar. Kalau tidak, kecil kemungkinan sebuah surat kabar akan tetap eksis.

Tak hanya itu, dalam era teknologi saat ini surat kabar juga dihadapkan dengan persaingan dengan internet yang mulai menjadi momok yang menakutkan bagi surat-surat kabar, khususnya bagi mereka yang belum siap, baik secara sumber daya manusia ataupun modal.

Apalagi bila bercermin dengan Amerika Serikat (AS), surat kabar ternamapun bisa bangkrut lantaran hebatnya krisis keuangan yang menerpa perusahaan tersebut. Sebut saja misalnya, surat kabar terkemuka di dunia Chicago Tribune menyatakan bangkrut. Bisa dibayangkan nasib koran yang lebih lemah. The New York Times yang begitu hebat, sedang di ambang jurang yang sama. Utangnya yang hampir jatuh tempo mendekati Rp 40 triliun, sedangkan dana yang siap baru Rp 4 triliun. The New York Times mengalami krisis dana cash yang luar biasa besar.( Republika, 22 Desember 2009)

Di luar itu tentu persoalan kriminalisasi menjadi hal yang tidak kalah penting untuk dibincangkan. Apalagi belum lama ini di Lampung, seorang pekerja pers mengalami kriminalisasi lantaran melakukan investisasi sumur bor di sebuah perusahaan ternama di Kabupaten Lampung Tengah.

Tapi setelah melalui drama yang cukup menengangkan, akhirnya sang wartawan bebas dari jeratan-jeratan pasal pidana yang digunakan polisi untuk menjeratnya. Padahal, soal kerja wartawan sudah ada payung hukum yang mengaturnya, setidaknya sekarang ini ada Undang-Undang No 40 tentang Pers.

Sebelumnya, jauh di Makassar , seorang wartawan juga nyaris masuk bui gara-gara menjalankan tugas jurnalistiknya. Setelah melalui proses persidangan akhirnya sang wartawan divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Makassar . (Antara News, 14 September 2009)

Sementara minggu ini kita pekerja pers juga dihadapkan oleh fakta yang cukup memprihatinkan bagi kebebasan pers. Di Medan, lima wartawan yang hendak meliput dugaan malapraktik di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik Medan malah disekap pihak rumah sakit. Kelima wartawan ini dihalang-halangi meliput oleh pihak keamanan rumah sakit dan dikunci dalam salah satu ruangan rawat inap selama 10 menit.

Atas kejadian tersebut, wartawan kemudian melaporkan pihak RSUP Adam Malik ke Poltabes Medan karena dianggap telah menghalangi tugas jurnalistik yang telah dijamin UU. Mereka juga melaporkan dugaan tindak kekerasan yang dilakukan salah seorang satpam terhadap wartawan.( Kompas, Minggu, 7 Februari).

Berkaca dari persoalan inilah, menjadi penting jika kita pekerja pers untuk tetap mewaspadai adanya upaya-upaya untuk memberhangus kebebasan pers yang ada saat ini. Sebab, kebebasan pers saat ini menjadi momok yang menakutkan bagi mereka yang memiliki banyak persoalan, entah itu praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dan praktek-praktek kotor lainnya.(*)

0 comments:

Post a Comment