Memaknai Kunjungan Obama

Wednesday, March 17, 2010

Robert Gibbs, Juru Bicara Gedung Putih Robert Gibbs menjelaskan, kunjungan Presiden Amerika Barack Obama bulan ini ke Indonesia, negara yang berpenduduk Muslim paling banyak di dunia, dimaksudkan sebagai satu langkah dalam memajukan hubungan dengan dunia Islam.

Kunjungan Obama tanggal 21 Maret itu akan menindak lanjuti pidatonya kepada kaum Muslim tahun lalu di Kairo, Mesir. Obama yakin kunjungan itu sangat penting di satu kawasan penting dunia.

Keluarga Obama semula akan menyertainya ke negara di mana ia pernah tinggal selama empat tahun dalam tahun 1960-an, namun keikutsertaan mereka kemudian dibatalkan.

Perubahan rencana tersebut terjadi seiring dengan penundaan keberangkatan kunjungan Obama tersebut dari 18 Maret menjadi 21 Maret.

Obama menunda keberangkatannya untuk berfokus meloloskan RUU Layanan Kesehatan. Isu reformasi layanan kesehatan tersebut merupakan salah satu agenda utama dalam negeri pemerintahan Obama.

Saya kira langkah Obama untuk memajukan hubungan dengan
dunia Islam, termasuk Indonesia patut kita sambut dengan tangan terbuka.

Apalagi sejauh ini pendirian resmi Amerika Serikat (AS) menilai bahwa negara-negara Islam itu secara interisik anti-Barat dan anti-Demokrasi. Tapi untungnya, Indonesia di mata AS termasuk Islam moderat yang boleh dikatakan pro-Barat.

Dengan kunjungan Obama ke Indonesia yang terkait menjalin hubungan dengan dunia Islam, maka kita berharap ke depan ada perubahan kebijakan di pemerintahan AS, termasuk juga pendekatan- pendekatan yang dilakukan pemerintahan Obama terhadap dunia Islam.

Kita berharap pendekatan pemerintahan Obama lebih akomodasionis dan bukan konfrontasionalis yang justru akan merusak hubungan dunia Islam dan AS sendiri.

Biasanya para penganut konfrontasionalis berpendapat bahwa kaum fundamentalis Islam seperti halnya totalitarian Komunis, Bernard Lewis menyimpulkan sikap fundamentalis Islam dam proses pemilihan umum dengan kalimat "one man,one vote, once". Gilles dan Lewis lebih jauh menyatakan bahwa demokrasi liberal tidak selaras dengan fundamentalisme Islam maupun dengan Islam itu sendiri.

Parahnya, Amos Perlmutter, menilai wajah sejati Islam bukan hanya menolak demokrasi tapi sepenuhnya membenci dan memusuhi seluruh budaya politik demokratis; Islam merupakan sebuah gerakan revolusioner yang agresif, sama militan dan kejamnya dengan gerakan Bolsehevik, Fasis, dan Nasi di masa lalu.

Aliran-aliran pemikiran seperti inilah yang kemudian mendorong pemerintah AS menyerang negara-negara Islam di Timur Tengah. Dengan dalih ingin menegakkan demokrasi dan hak-hak asasi manusia (HAM).

Tapi untungnya, kebijakan-kebijakan AS tidak melulu di monopoli oleh kelompok konfrontasionalis. Masih ada kelompok akomodasionis yang menolak deskripsi Islamis yang digambarkan para konfrontasionalis sebagai anti-Barat atau anti demokrasi.Mereka membedakan antara tindakan-tindakan kelompok oposisi politik Islamis dengan minoritas ekstrimis yang cuma sedikit.

John Esposito dan Leon T Hadar, dua pelopor akomodasionis, berargumen bahwa sudah terlalu sering para akademisi, pemerintah, dan media menonjolkan tindakan-tindakan kelompok keras yang kecil-kecil dan mengecilkan peran gerakan-gerakan nonpolitis maupun politis moderat.

Penganut paham akomodasionis yakin bahwa baik di masa lalu maupun sekarang, ancaman sebuah Islam yang monolitik selama ini adalah mitos Barat yang berulang kali, sebuah mitos yang jauh dari realitas sejarah muslim.

Paham akomodasionis mengajurkan AS agar tidak menentang penerapan hukum Islam atau aktivitas gerakan-gerakan Islam, jika program-program tersebut tidak mengancam kepentingan vital AS. Gelombang Islamis yang dominan, menurut mereka mewakili suatu tantangan dan bukannya ancaman bagi AS dan sekutu-sekutunya di Timur Tengah.

Nah, terkait dengan kunjungan Obama inilah kita berharap ada perupahan pola pikir dari kelompok-kelompok yang selama ini menganggap negatif dunia Islam. Sehingga kebijakan- kebijakan yang dijalankan pun bisa lebih akomodasionis.

Sikap pemerintah kita yang sukses menghabisi tokoh-tokoh teroris yang mengatasnakan Islam, paling tidak memberikan nilai positif di mata kelompok-kelompok pembentuk opini di pemerintahan AS. Saya sepakat bahwa pertentangan antara dunia Islam dengan AS lebih elok diselesaikan dengan jalan dialog bukan dengan kekerasan.

Oleh karena itu, kita berharap kunjungan Obama ke Indonesia bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dan para tokoh Islam untuk memulai sebuah dialog peradaban yang mudah-mudahan ke depannya akan membawa perubahan positif bagi hubungan dunia Islam dan Barat.Tidak mustahil bukan.(*)

0 comments:

Post a Comment