Putin dan Kebangkitan Rusia

Saturday, December 4, 2010
PEMBOCORAN kawat diplomatik rahasia Amerika Serikat oleh WikiLeaks ternyata nyasar ke Rusia. Negeri Beruang Merah itu dikecam sebagai "negara mafia". Salah satu kawat yang bocor menyebut Kremlin dibantu para penjahat dan memberi mereka dengan patronase politik, sementara para pejabat tinggi mengumpulkan uang-uang suap mirip upeti.

Menurut kawat-kawat itu, Rusia adalah korup, kleptokrasi otokrasi yang berpusat pada kepemimpinan Vladimir Putin, di mana para pejabat pemerintah, oligarki, dan kejahatan terorganisasi terhubung bersama untuk menciptakan suatu "negara mafia virtual".

Perdagangan gelap senjata, pencucian uang, tindakan memperkaya diri, perlindungan para gangster, pemerasan dan penyuapan, serta sekoper uang dan rekening rahasia bank di Siprus. Kawat-kawat diplomatik itu mencatat gambaran gelap sistem politik di mana korupsi saja totalnya diperkirakan mencapai US$ 300 miliar per tahun. Tak aneh bila sulit membedakan antara kegiatan pemerintah dan kejahatan terorganisasi.

Salah satu tuduhan yang paling mencolok yang dibocorkan WikiLeaks adalah mata-mata Rusia memanfaatkan bos mafia senior untuk operasi kriminal, seperti perdagangan senjata, lembaga penegakan hukum, dan kantor kejaksaan faktanya menjadi pelindung jaringan kriminal, dan lainnya. Dan, Putin dituduh melakukan "hal-hal terlarang" selama menjabat.

Tuduhan-tuduhan tersebut bersumber dari jaksa Spanyol, Jose Gonzalez, yang menghabiskan lebih dari satu dekade mencoba mengungkap kegiatan kejahatan terorganisasi Rusia di Spanyol. Pihak berwenang Spanyol telah menangkap lebih dari 60 tersangka, termasuk empat bos mafia top di luar Rusia.

Jasa Yeltsin terhadap Putin

Boris Yeltsin adalah orang yang paling berjasa dalam perjalanan karier Putin hingga saat ini. Kisah ini berawal dari  malam pergantian tahun dari 1999 ke 2000, ketika miliaran orang di seluruh dunia menantikan pergantian milenium baru, orang-orang di Rusia justru mendapatkan kejutan, presiden mereka saat itu Boris Yeltsin, mengumumkan pengunduran dirinya. Tak hanya mengumumkan pengunduran diri, Yeltsin juga memberikan kejutan lain.

Pemimpin pertama Rusia pasca-Uni Soviet itu mengajukan Vladimir Putin, yang saat itu sama sekali tidak dikenal di luar Rusia, sebagai penggantinya. Putin baru beberapa bulan menjadi perdana menteri. Saat itu, perang masih berkecamuk di Chechnya. Perekonomian masih terhuyung akibat kegagalan Rusia membayar utang setahun sebelumnya. Sebuah kondisi yang tidak enak yang diwarisi Putin dari pemerintahan Yeltsin.

Menurut Sergei Karaganov, mantan penasihat Yeltsin yang kini dekan Higher School of Economics di Moskow, Putin datang ke sebuah negara yang gagal. Karaganov telah menyaksikan baik Putin maupun Rusia telah berubah selama 10 tahun terakhir. "Dia sangat cerdas, bahkan brilian, sangat keras, terkadang kejam. Dia adalah anak jalanan yang berubah menjadi fungsionaris politik yang sangat rumit dan manipulator," urai Karaganov kepada BBC.

Banyak kalangan yang mempertanyakan mengapa Putin terpilih sebagai Person of The Year? Karena Putin dianggap berhasil mengatasi kondisi khaos, pasca-terpecah-belahnya Uni Soviet, sebagai dampak proses demokratisasi. Sejak itu, Rusia menghadapi masa-masa yang sulit. Perekonomiannya berantakan, banyak utang LN dengan kondisi politik yang tidak stabil. Putin dianggap berhasil menyelamatkan Rusia, sehingga Rusia sekarang dapat tampil kembali sebagai negara yang disegani.

Pertumbuhan ekonominya sebesar 7 sampai 8 persen/tahun dalam tujuh tahun terakhir, utang LN lunas, dan meningkatnya pendapatan penduduk sebesar 12 persen; meskipun kesenjangan kaya-miskin juga meningkat. Semua itu, antara lain, berkat kenaikan harga minyak.

Putin, menurut Mikhail Gorbachev (penggagas demokratisasi di Uni Soviet itu) memang sedang diperlukan Rusia saat itu. Hal ini terlepas, bahwa dalam pandangan Henry Kissinger, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang legendaris itu, pemerintahan Rusia di bawah Putin (menurut ukuran Barat) tidak demokratis. Gorbachev yakin, Rusia memang memerlukan kepemimpinan Putin, yang tegas dengan semangat nasionalisme. Gorbachev yakin, dengan cara itulah Rusia akan menempuh jalan demokrasinya.

Kini, meskipun Putin tidak menduduki kursi Presiden Rusia. Putin  tetap  memegang peran penting. Sebagai Perdana Menteri Rusia, Putin dan Presiden Dmitry Medvedev memiliki wewenang yang sama kuat. Hal itu diungkapkan Medvedev saat parlemen mengukuhkan Putin sebagai kepala pemerintahan.

Dengan demikian, Putin dan Medvedev memulai era dwikepemimpinan yang baru kali ini terjadi di Rusia. Medvedev yang kini menjabat Presiden Rusia selama ini dia dikenal sebagai murid politik Putin. "Saya kira, tak seorang pun meragukan kerja sama kami yang selalu saling menguatkan," kata Medvedev.

Dia menambahkan, Putin akan memainkan ''peran kunci'' sebagai kepala pemerintahan dalam membangun Rusia menuju era 2020. Sebelum menjadi perdana menteri, Putin menduduki jabatan presiden selama delapan tahun.

Pada bulan Agustus yang lalu Putin menyatakan keinginannya kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam Pemilu 2012. Namun, Putin tampaknya berhati-hati dalam mengungkapkan keinginannya itu.

Pria yang pernah menjabat sebagai Presiden Rusia pada kurun waktu 2000-2008 itu menekankan, tidak menjadikan keinginannya kembali memimpin negara itu sebagai ambisi mendalam.

Pernyataan itu muncul dalam wawancara Putin dengan harian Kommersant sebagai jawaban atas pertanyaan apakah dia mengkhawatirkan kesempatannya pada Pemilu Presiden Rusia pada 2012.

"Tidak. Itu menarik bagi saya seperti saya ingin katakan seperti semua orang, tapi faktanya lebih dari setiap orang.Tapi saya tidak ingin menjadikannya sebuah ambisi mendalam tentang itu," jawab Putin.

0 comments:

Post a Comment